Saturday, September 5, 2009

The another story... It's raining

It’s raining

Disclaimer :
Kim Jong-hyun belongs to SHINee and SM Entertainment. Jung Yun-ae belongs to me! Haha... But this is only a fiction and it's not a real story. Please leave some comment after you read it.
Thanx...



Jong-hyun’s POV

Aku mengangkat kepalaku dan kembali menatap guyuran hujan dari balik jendela kamarku. Tetes-tetes air ini kembali mengingatkanku kepada sosoknya. Sosok yang selama ini sudah mengisi hari-hariku dengan celotehan-celotehannya yang tidak pernah pupus. Sosok yang selama ini sudah mengisi hatiku. Aku mencintainya…

Jung Yun-ae. Begitulah namanya. Untuk seorang gadis, dia bukanlah gadis yang terlalu cantik. Dia bahkan tidak terlalu pintar, dan juga tidak mencolok di antara semua teman-temanku. Dia hanyalah gadis yang biasa. Dia selalu tertawa bersamaku, dia selalu saja suka berbicara dan melakukan hal-hal yang bagiku begitu konyol. Dia adalah gadis biasa yang sangat suka melihat permainan bolaku dan dia adalah seorang gadis yang sangat menyukai hujan.

Dia suka sekali berlari-lari di bawah guyuran hujan dan membiarkan tubuhnya basah oleh air bening itu. Namun aku sering kali melihatnya melamun ketika menatap tetes-tetes air hujan yang sedang jatuh membasahi bumi. Entah apa yang dipikirkannya saat itu, namun ketika aku memanggilnya dan dia beralih menatapku, aku bisa menangkap raut wajahnya yang mendadak sedih di balik senyuman yang dia paksakan.

Masih terlintas jelas di ingatanku ketika aku memergokinya menangis saat melihat hujan. Ketika aku berjalan mendekatinya yang sedang berjongkok di teras gedung sekolah, aku melihat sepasang matanya menatap jauh ke depan, memandangi lapangan sekolah yang basah karena hujan lebat; namun entah apa yang sedang dilihatnya. Tatapannya sangat tidak fokus, seperti sedang memikirkan sesuatu. Dia bahkan tidak menyadari kehadiran aku yang berada di dekatnya. Dia terus diam hingga aku bisa melihat setetes air mata yang mengalir di pipinya yang mulus. Dan ketika aku memanggilnya, dia buru-buru menyeka air matanya dan mencoba tersenyum… seperti biasa. Dan melihatnya seperti itu, dadaku terasa begitu sesak.

Aku memang sangat bodoh karena tidak mendesaknya untuk menceritakan apa yang sedang mengganggu pikirannya. Aku hanya bisa menurutinya ketika dia tiba-tiba menyambar tanganku dan membawaku berlari menerobos derasnya hujan saat itu. Dan dia tetap berusaha untuk terus tersenyum… untukku.

Namun saat ini, dia tiba-tiba menghilang. Setelah dia tidak sadarkan diri di hadapanku, gadis itu seolah berlalu meninggalkanku. Padahal di saat itu, aku baru saja ingin mengatakan bahwa aku menyukainya, aku benar-benar mencintainya. Namun sebelum aku sempat mengatakan hal itu, dia terjatuh di hadapanku dan tidak sadarkan diri. Dan setelah itu, kedua orang tuanya membawanya pergi entah kemana. Aku kehilangan jejaknya. Tidak ada yang tahu dia kemana.

Hujan yang turun semakin lebat di luar sana membuat dadaku terasa semakin sesak. Suaranya seolah masih bisa kudengar meskipun dia tidak lagi ada di sisiku. “Jong-hyun ah… Bagaimana aku bisa melihat hujan kalau kau selalu menyeretku berlindung di bawah payung hitam jelekmu itu…”

Kata-kata itulah yang selalu diucapkannya ketika aku merangkulnya masuk ke bawah payungku. Namun dia selalu memberontak dan berjalan menjauh dariku. Hingga terpaksa aku menutup payungku untuk ikut berjalan bersamanya dan membiarkan tubuhku juga ikut basah. Akan tetapi, hal itu malah membuatnya kembali mengomel kepadaku.

“Kenapa kau menutup payungmu? Bagaimana kalau nanti kau sakit? Cepat buka payungmu lagi. Aku tidak mau kau jatuh sakit.”

Tanpa kusadari, setetes air mataku kembali meluncur membasahi pipiku. Semua kenanganku bersamanya memang tidak dapat kuhapus begitu saja. Dia sangat berarti untukku. Sangat berarti…

End of Jong-hyun’s POV



Lonceng sekolah kembali berbunyi untuk menandakan usainya kegiatan belajar mengajar di sekolah itu. Murid-murid pun bergegas keluar dari dalam kelas mereka dengan wajah yang menunjukkan rasa lelah seusai menghabiskan setengah hari mereka di sekolah itu. Dan termasuk Jong-hyun. Laki-laki itu tampak berjalan menuruni tangga gedung sekolahnya dengan menunjukkan wajah yang tidak bersemangat. Suara guyuran hujan kembali terdengar olehnya dan membuatnya memutuskan untuk langsung pulang dan tidak berlama-lama lagi di sekolah. Rutinitasnya untuk bermain sepak bola ketika sekolah sudah bubar tampaknya sudah tidak dilakukannya lagi setelah Yun-ae meninggalkannya.

Jong-hyun menghentikan langkah kakinya ketika sudah berada di teras gedung sekolahnya. Hujan turun lagi dan kali ini sepertinya hujan akan turun hingga malam nanti. Beberapa murid-murid yang sudah mengantisipasi hal itu langsung membuka payung mereka dan segera meninggalkan sekolah. Namun ada juga yang tidak membawa payung. Mereka memutuskan untuk berlari menerobos lebatnya hujan dan membiarkan tubuh mereka basah.

Jong-hyun menghela napas panjang dan merogoh kedua tangannya ke dalam saku celananya. Dia sedang menunggu saat yang tepat untuk berlari menerobos hujan lebat itu karena dia juga lupa membawa payung. Padahal tadi pagi Noona-nya sudah memperingatkannya untuk membawa payung. Namun Jong-hyun malah tidak peduli dan memutuskan untuk langsung berangkat ke sekolah.

Setelah menunggu beberapa saat, Jong-hyun pun mulai berlari meninggalkan teras sekolahnya yang mulai sepi; namun baru beberapa langkah berlari, tiba-tiba saja langkahnya terhenti ketika dia mendapati seseorang sedang berdiri di hadapannya. Dan ketika berdiri di hadapan orang itu, Jong-hyun merasakan tubuhnya tidak basah lagi oleh tetes-tetes air hujan. Dia pun segera mengangkat kepalanya untuk melihat siapa yang menghalangi jalannya itu. Dan saat itu juga dia melihat seorang gadis yang sedang memakai sebuah syal yang berwarna biru muda sedang berdiri sambil mengacungkan payung agar keduanya tidak basah karena guyuran hujan.

“Kim Jong-hyun babo…! Kenapa berlari seperti ini? Kemana payung hitammu yang jelek itu?” gumam gadis itu sambil mengangkat wajahnya dan tersenyum kepada Jong-hyun.

Jong-hyun tidak mampu membalas ucapan gadis itu. Dia hanya bisa terpaku lama sekali tanpa melepaskan tatapannya dari Yun-ae, gadis yang menghilang dari hidupnya selama dua minggu terakhir ini. Dia seolah masih belum bisa mempercayai penglihatannya, atau bahkan pendengarannya ketika kembali mendengar suara Yun-ae.

“Kenapa diam seperti itu? Apakah kau sudah lupa padaku?” sahut gadis itu sambil berusaha menahan tangisnya, namun ternyata gagal karena setetes air matanya terlanjur jatuh membasahi pipinya.

“Kenapa kau menangis, hah?” Hanya itulah yang bisa diucapkan Jong-hyun saat itu. Meskipun begitu, Jong-hyun sudah terlebih dahulu meneteskan air mata ketika melihat gadis itu lagi.

“Kau yang menangis duluan.” Yun-ae menyeka air matanya dan mencoba tertawa. Akan tetapi, hal itu malah membuat tangisannya semakin menjadi dan dia hanya bisa menunduk dan berusaha menyembunyikan wajahnya agar Jong-hyun tidak bisa melihatnya.

“Dasar cengeng. Aku tidak menyuruhmu untuk menangis di hadapanku seperti ini.” Air mata lain juga menetes dari pelupuk mata Jong-hyun. Tangan kanannya pun beralih menepuk kepala gadis itu dan mengelusnya perlahan.

“Yun-ae ah…” panggil Jong-hyun perlahan.

Yun-ae kembali menyeka air matanya dan berusaha untuk mengangkat wajahnya dan menatap Jong-hyun yang sedikit lebih tinggi darinya. Sepasang matanya menatap langsung mata Jong-hyun yang tampak sembab.

“Selama ini kau pergi kemana? Kenapa saat itu kau tiba-tiba pingsan dan orang tuamu membawa kau pergi ke luar negri? Ada apa denganmu?” tanya Jong-hyun dengan wajahnya yang tampak khawatir.

Yun-ae menggeleng pelan. “Aku tidak apa-apa. Saat itu aku hanya kelelahan dan orang tuaku langsung membawaku ke luar negri untuk memeriksakan kesehatanku. Mereka takut aku kenapa-kenapa,” jawabnya sambil mencoba untuk meyakinkan Jong-hyun.

“Kau bohong…”

“Untuk apa aku berbohong? Lagipula kau juga bisa melihat kalau keadaanku baik-baik saja bukan?” Yun-ae mencoba untuk membuat Jong-hyun percaya kepadanya. Dia tidak ingin Jong-hyun merasa khawatir dengan keadaannya. “Oh iya, saat itu kau bilang ingin mengatakan sesuatu yang sangat penting kepadaku. Apa itu?” tanya Yun-ae lagi untuk mengalihkan pembicaraan. Setiap kali membahas tentang keadaannya, dada Yun-ae terasa sangat sesak. Dia bahkan nyaris meneteskan air mata lagi. Namun karena dia tidak mau membuat Jong-hyun semakin khawatir, dia rela untuk menyimpan semuanya hanya untuk dirinya saja.

Ucapan Yun-ae membuat Jong-hyun kembali teringat dengan hal yang ingin disampaikannya saat itu. Dia pun berpikir kalau saat ini adalah saat yang tepat. Dia tidak boleh lagi menyia-nyiakan kesempatan yang sudah ada. Kalau saja dia menunda lagi, mungkin saja Yun-ae akan pergi meninggalkannya dan tidak akan kembali lagi.

“A-aku hanya mau bilang…” Jong-hyun menghentikan kata-katanya dan menatap sepasang mata Yun-ae yang tampak bersinar terkena cahaya dari lampu yang ada di sekolahnya. Sepasang mata itu terlihat begitu indah. “Saranghae…”

Kata-kata itu membuat Yun-ae sempat terpaku sesaat ketika mendengarnya. Dan ketika Jong-hyun menangkap reaksi Yun-ae, dia pun menahan napasnya. Rasa takut untuk kehilangan seorang teman yang sangat berarti baginya kembali hadir di dalam hatinya. Dia takut kalau Yun-ae akan menolaknya karena menganggap Jong-hyun hanya sebagai seorang teman.

“Dasar babo…”

Mendengarnya, jantung Jong-hyun terasa menciut. Dia bahkan nyaris tidak bisa bernapas lagi.

“Kau tau berapa lama aku menunggu kata-kata itu?” lanjut Yun-ae sambil tersenyum.

Rasa takut itu langsung berubah menjadi rasa bahagia ketika mendengar ucapan Yun-ae. Senyuman semakin mengembang di wajah Jong-hyun ketika melihat ekspresi gadis itu yang sedang tersenyum begitu lebar disana. “Aku juga sangat menyayangimu…”

Tanpa ragu lagi, Jong-hyun menundukkan wajahnya dan mengecup lembut kening Yun-ae. Kedua tangannya pun beralih memeluk gadis itu dengan begitu erat, seolah tidak pernah ingin melepaskannya lagi. Payung yang berada dalam genggaman Yun-ae pun terlepas dari pegangannya ketika sepasang tangan Yun-ae ikut beralih memeluk Jong-hyun dengan begitu erat. Keduanya membiarkan diri mereka basah oleh guyuran hujan yang turun semakin deras.

Jong-hyun merenggangkan pelukannya dan menatap wajah gadis itu. Perlahan, Jong-hyun menyeka air hujan yang membasahi wajah Yun-ae. “Kau harus berjanji bahwa kau tidak akan meninggalkan aku lagi. Kau harus terus berada di sisiku dan menemaniku saat latihan sepak bola,” ucap Jong-hyun perlahan.

Yun-ae mengangguk. “Ya, aku akan terus menemanimu. Aku tidak akan meninggalkanmu lagi.”

Jong-hyun tersenyum dan segera meraih payung transparan yang sempat terjatuh. Dengan tangan kanan yang terus saja menggenggam jemari Yun-ae dan tangan kiri yang memegang payung, Jong-hyun mengajak Yun-ae untuk segera meninggalkan sekolah. “Kau pasti sengaja memakai payung transparan karena kau tidak mau aku sakit sementara kau mau melihat langit yang sedang meneteskan air hujan bukan?” Jong-hyun kembali berbicara. Kedua matanya yang sedang melihat ke arah jalan tampak sangat berbinar-binar. Sorot kesedihan seolah menghilang dari wajahnya yang tampan.

“Ne…” jawab Yun-ae singkat.

“Karena sekarang ada payung, jadi kita bisa berjalan-jalan di tepi sungai Han. Setelah itu, aku ingin membawamu pulang ke rumahku untuk bertemu dengan Umma-ku. Aku yakin kalau Umma akan sangat senang melihatmu lagi. Selain itu, kau harus ikut makan malam bersama kami. Aku berjanji bahwa nanti aku akan mengantarmu pulang…………”

Yun-ae hanya bisa terus tersenyum tanpa melepaskan tatapannya dari Jong-hyun. Gadis itu sangat bahagia, meskipun serentetan kalimat kembali terngiang-ngiang di telinganya.

“Hidup Yun-ae sudah tidak lama lagi. Tumor di otaknya harus segera diangkat. Namun resikonya, dia akan kehilangan semua memorinya tentang semua hal yang sudah terjadi pada dirinya. Dia tidak akan mengingat kedua orang tuanya, teman-temannya, dan semua hal yang sudah terjadi di dalam hidupnya selama ini. Dia akan menjadi orang yang benar-benar baru. Dan sebenarnya bukan hanya itu resikonya. Resiko lain yang pasti terjadi adalah operasi itu hanya bisa menyelamatkan hidupnya untuk beberapa bulan saja.”

Yun-ae menggenggam jemari Jong-hyun semakin erat. Yang diinginkannya saat ini hanyalah bersama dengan orang-orang yang paling dicintainya. Dia tidak ingin kehilangan semua ingatannya dan menjadi robot yang tidak tau apa-apa di sisa hidupnya. Dia ingin terus mengukir kenangan, dan menikmati sisa-sisa hidupnya di sisi orang tuanya dan sisi Jong-hyun, orang yang paling dicintainya saat ini. Dan untuk membahagiakan Jong-hyun, Yun-ae rela untuk menyembunyikan hal ini. Hanya agar Jong-hyun tidak terbebani. Hanya agar Jong-hyun bahagia.

No comments:

Post a Comment